Jejakdarah - Pablo Emilio Escobar Gaviria. Sebuah nama yang sampai hari ini masih memancing debat panjang: apakah ia seorang iblis berkedok dermawan, atau pahlawan rakyat yang tersesat jalur?
Satu sisi melihatnya sebagai monster yang membawa kematian dan kehancuran ke Kolombia, sementara sisi lain—terutama mereka yang tumbuh besar di Medellín pada tahun 1980-an—menyebutnya sebagai "Robin Hood" versi Latin yang membangun perumahan gratis, sekolah, bahkan stadion sepak bola untuk rakyat miskin.
Anak Miskin dari Rionegro
Lahir pada tahun 1949 dari keluarga sederhana—ayahnya petani, ibunya guru sekolah dasar—Escobar tumbuh di lingkungan yang keras. Sejak muda, ia sudah terbiasa mencari cara bertahan hidup. Dari menjual rokok ilegal, mencuri batu nisan, sampai jadi calo mobil curian, karier Escobar dimulai dari jalanan.
Tapi ambisinya besar, sangat besar. Ia bukan tipe orang yang puas hidup pas-pasan. Dan di sinilah ceritanya mulai berubah.
Membangun Kekaisaran Putih
Tahun 1970-an, ketika Amerika mulai haus akan kokain, Escobar melihat peluang emas. Ia tak cuma menjadi pemain, tapi menjadi produsen, distributor, sekaligus "penguasa logistik" yang menjamin kokain bisa sampai dari hutan Amazon ke klub malam di Miami hanya dalam hitungan hari.
Kartel Medellín yang ia pimpin pernah memasok lebih dari 80% kokain dunia. Dan dengan keuntungan yang ditaksir mencapai $420 juta per minggu, Escobar tidak hanya menjadi kriminal terkaya di dunia, tapi juga salah satu manusia paling berpengaruh di planet ini.
Pahlawan Bagi Kaum Tertindas?
Inilah bagian yang membuat narasi Escobar jadi rumit. Dengan uang yang nyaris tak terbatas, ia mulai "membeli" cinta rakyat. Ia membangun ribuan rumah untuk warga miskin di Medellín. Ia menyumbang gereja, sekolah, bahkan membangun lapangan sepak bola dengan fasilitas layaknya klub Eropa.
Ia tak segan berjalan langsung ke perkampungan kumuh, menyalami warga, dan memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. Banyak yang memujanya, bukan karena mereka tidak tahu asal uangnya, tapi karena tak ada satu pun pejabat resmi yang peduli seperti Escobar.
Bagi sebagian warga, Escobar adalah simbol harapan di tengah negara yang korup dan sistem yang tak peduli.
Tapi Darah Juga Mengalir
Sayangnya, cinta dan kekuasaan tak datang tanpa harga. Untuk menjaga bisnisnya tetap berjalan, Escobar tak segan menghilangkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Polisi, hakim, jurnalis, bahkan warga sipil biasa—ribuan nyawa melayang.
Ia meluncurkan strategi terkenal yang disebut "plata o plomo" — ambil suapnya (plata, perak) atau pelurunya (plomo). Sistem ini membuat Kolombia berubah menjadi negara penuh teror, di mana ledakan bom dan pembunuhan menjadi hal sehari-hari.
Tahun 1989, Escobar bahkan bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat komersial Avianca hanya karena targetnya ada di dalam. 110 penumpang tewas.
Pahlawan macam apa yang mengorbankan ratusan nyawa demi satu orang?
Dicintai dan Diburu
Menariknya, bahkan saat ia dikejar-kejar oleh pemerintah Kolombia, CIA, dan DEA, Escobar tetap punya pendukung setia. Saat ia menyerahkan diri dan “dipenjara” di penjara mewah buatannya sendiri—La Catedral—banyak orang malah bersimpati.
Saat akhirnya ia melarikan diri dan dikejar habis-habisan, rakyat masih menyembunyikannya, memberi makanan, dan melindunginya dari aparat. Mereka tidak melihatnya sebagai kriminal. Bagi mereka, Escobar adalah satu-satunya orang yang peduli.
Akhir dari Raja
Pada tanggal 2 Desember 1993, Pablo Escobar ditemukan dan tewas dalam baku tembak di atas atap rumah di Medellín. Ia tewas dengan peluru di telinga—sebuah misteri yang memunculkan teori konspirasi bahwa ia mungkin menembak dirinya sendiri untuk menghindari penangkapan.
Pemakamannya dihadiri ribuan orang. Warga menangis, memeluk satu sama lain, dan menyebut kepergiannya sebagai akhir dari seorang "ayah rakyat."
Namun di sisi lain, para pejabat Kolombia dan Amerika bersorak. Mereka merasa dunia telah diselamatkan dari seorang tiran.
Warisan yang Tersisa
Hingga hari ini, warisan Escobar masih membekas kuat. Serial seperti Narcos mengangkat namanya kembali ke permukaan. Rumah-rumah peninggalannya jadi tempat wisata gelap. Nama Escobar dijual di kaos, poster, bahkan parfum.
Namun di Kolombia sendiri, narasi tentangnya tidak lagi glamor. Pemerintah telah lama berusaha menghapus glorifikasi terhadap dirinya. Sekolah-sekolah tidak lagi menceritakan kisah Escobar sebagai pahlawan, tapi sebagai pelajaran tentang bahaya kekuasaan tanpa batas.
Lalu, Pahlawan atau Penjahat?
Jawabannya mungkin bukan "salah satu", tapi keduanya sekaligus. Pablo Escobar adalah produk dari zaman dan tempat di mana sistem gagal, ketimpangan ekstrem, dan keputusasaan merajalela. Ia menjadi cermin dari negara yang membiarkan rakyatnya dilupakan—dan ketika negara menghilang, Escobar hadir sebagai solusi.
Tapi harga dari "solusi" itu terlalu mahal. Terlalu berdarah. Terlalu menyakitkan.
Manusia Bertopeng Dua
Kita mungkin tidak pernah benar-benar tahu siapa Escobar sesungguhnya. Mungkin ia sendiri pun tak tahu. Di satu sisi, ia memberi. Di sisi lain, ia merenggut. Ia adalah pahlawan bagi beberapa orang dan iblis bagi yang lain.
Dan mungkin, dalam dunia yang tak selalu hitam putih, Escobar akan terus hidup sebagai salah satu figur paling kompleks dalam sejarah modern—seorang manusia dengan dua wajah, dan cerita yang tak akan pernah selesai diceritakan.
0 Komentar